Kerajaan Kediri (Abad ke-11 M – 13 M): Sejarah, Kejayaan, dan Peninggalannya

Kerajaan Kediri

Websejarah.com – Kerajaan Kediri adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha yang berkembang di Nusantara pada abad ke-11 hingga abad ke-13 Masehi. Berpusat di wilayah yang kini menjadi bagian dari Jawa Timur, kerajaan ini dikenal sebagai penerus Kerajaan Mataram Kuno setelah terpecah menjadi dua bagian, yakni Kediri dan Janggala. Dengan kekuatan militer dan ekonomi yang kuat, Kediri mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Raja Jayabaya. Artikel ini akan mengulas sejarah, kejayaan, serta peninggalan Kerajaan Kediri berdasarkan sumber sejarah yang tersedia.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri

Asal-usul Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri berakar dari Kerajaan Medang atau Mataram Kuno yang dipimpin oleh Raja Airlangga (1019–1042 M). Sebelum turun takhta, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk menghindari perang saudara antara kedua putranya.

Bacaan Lainnya

Pembagian ini didasarkan pada Prasasti Kamulan (1041 M), yang menyebutkan bahwa wilayah barat Sungai Brantas menjadi Kerajaan Kediri, sementara wilayah timur disebut Kerajaan Janggala.

Raja-raja Kerajaan Kediri

Beberapa raja terkenal yang memerintah Kerajaan Kediri antara abad ke-11 hingga ke-13 M adalah:

  1. Sri Samarawijaya (1042 M) – Raja pertama Kediri setelah pembagian kerajaan oleh Airlangga.
  2. Raja Bameswara (abad ke-12 M) – Memerintah dengan stabilitas ekonomi yang baik.
  3. Sri Jayabaya (1135–1157 M) – Raja paling terkenal, yang meramalkan kejayaan Nusantara dalam ramalannya, “Jangka Jayabaya”.
  4. Sri Kameswara (1182–1185 M) – Seorang raja yang mendukung perkembangan seni dan sastra.
  5. Sri Kertajaya (1190–1222 M) – Raja terakhir Kediri, yang dikalahkan oleh Ken Arok dalam pertempuran Ganter, menandai berdirinya Kerajaan Singasari.

Baca juga: Kerajaan Sriwijaya (Abad ke-7 M – 13 M): Pusat Kemaharajaan Maritim di Nusantara

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

1. Kemajuan Ekonomi dan Perdagangan

Kerajaan Kediri berkembang pesat dalam bidang ekonomi berkat lokasi strategisnya di sepanjang Sungai Brantas. Sungai ini menjadi jalur perdagangan utama yang menghubungkan pedalaman Jawa dengan pesisir utara, memfasilitasi perdagangan rempah-rempah, beras, dan hasil bumi lainnya.

Prasasti-prasasti seperti Prasasti Jaring (1181 M) dan Prasasti Hantang (1135 M) mencatat bagaimana Kediri memiliki sistem pajak yang tertata dan ekonomi yang stabil. Kerajaan juga menjalin hubungan dagang dengan kerajaan lain, termasuk Sriwijaya dan beberapa kerajaan di India dan Tiongkok.

2. Kemajuan Sastra dan Budaya

Sastra berkembang pesat di Kediri, terutama di era pemerintahan Raja Jayabaya dan Raja Kameswara. Beberapa karya sastra penting yang lahir di masa ini antara lain:

  • Kakawin Bharatayuddha – Ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, mengisahkan perang besar dalam Mahabharata.
  • Kakawin Arjunawiwaha – Karya Mpu Kanwa yang menceritakan kepahlawanan Arjuna.
  • Kakawin Smaradahana – Karya Mpu Dharmaja yang menggambarkan kisah cinta dewa Kama dan Dewi Ratih.

Seni pertunjukan, seperti wayang dan gamelan, juga berkembang pesat. Banyak cerita pewayangan yang berasal dari epos Mahabharata dan Ramayana diadaptasi pada masa ini.

3. Ramalan Jayabaya

Salah satu hal yang membuat Kerajaan Kediri terkenal adalah ramalan Raja Jayabaya, yang dikenal sebagai “Jangka Jayabaya”. Ramalan ini memprediksi peristiwa besar di Nusantara, termasuk datangnya bangsa asing dan kembalinya kejayaan bangsa Indonesia setelah masa penjajahan. Hingga saat ini, ramalan ini masih sering dikaitkan dengan berbagai peristiwa sejarah di Indonesia.

Baca juga: Kerajaan Tarumanegara (Abad ke-5 M): Sejarah, Peninggalan, dan Pengaruhnya di Nusantara

Runtuhnya Kerajaan Kediri

Penyebab Keruntuhan

Kerajaan Kediri mengalami kemunduran di bawah kepemimpinan Raja Kertajaya. Ketegangan antara raja dan para brahmana (kaum pendeta Hindu) mencapai puncaknya ketika Kertajaya mencoba mengurangi kekuasaan mereka. Para brahmana akhirnya meminta bantuan Ken Arok, seorang panglima dari Tumapel (cikal bakal Singasari).

Pada tahun 1222 M, Ken Arok berhasil mengalahkan pasukan Kediri dalam Pertempuran Ganter. Kekalahan ini menandai berakhirnya Kerajaan Kediri dan lahirnya Kerajaan Singasari, dengan Ken Arok sebagai raja pertamanya.

Peninggalan Kerajaan Kediri

1. Prasasti dan Manuskrip

Beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Kediri yang masih ada hingga kini, antara lain:

  • Prasasti Sirah Keting (1104 M) – Menyebutkan sistem pemerintahan di Kediri.
  • Prasasti Hantang (1135 M) – Memuat klaim kekuasaan Raja Jayabaya.
  • Prasasti Jaring (1181 M) – Menggambarkan kemakmuran ekonomi Kediri.

Selain prasasti, naskah sastra seperti Bharatayuddha, Smaradahana, dan Arjunawiwaha juga merupakan warisan penting dari Kediri.

2. Candi dan Arsitektur

Meski Kerajaan Kediri tidak banyak meninggalkan candi megah seperti Majapahit atau Singasari, beberapa situs arkeologi yang diduga peninggalan Kediri antara lain:

  • Candi Gurah – Terletak di Kediri, dipercaya sebagai tempat pemujaan pada masa Kediri.
  • Situs Tondowongso – Kompleks percandian yang ditemukan pada tahun 2007 di Kediri, menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat.

Baca juga: Kerajaan Kutai: Sejarah, Kejayaan, dan Peninggalannya (Abad ke-4 M)

Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang mencapai puncak kejayaan pada abad ke-12 M. Keberhasilannya dalam bidang ekonomi, sastra, dan budaya menjadikannya salah satu peradaban penting dalam sejarah Indonesia. Namun, konflik internal dan tekanan dari Tumapel menyebabkan runtuhnya Kediri pada tahun 1222 M.

Hingga kini, jejak Kerajaan Kediri masih bisa ditemukan dalam bentuk prasasti, karya sastra, dan peninggalan arkeologi. Kisah dan ramalan Jayabaya juga tetap menjadi bagian dari warisan budaya yang terus diingat oleh masyarakat Indonesia.


Referensi:

  • Soekmono, R. (1995). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
  • Coedes, G. (2019). The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press.
  • Pigeaud, T. (1967). Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. The Hague: Martinus Nijhoff.
  • Slamet Muljana. (2006). Nagarakretagama dan Sejarah Majapahit. Jakarta: LKiS.

Pos terkait