Kerajaan Sriwijaya (Abad ke-7 M – 13 M): Pusat Kemaharajaan Maritim di Nusantara

Kerajaan Sriwijaya

Websejarah.com – Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Nusantara yang berkembang pada abad ke-7 hingga abad ke-13 M. Kerajaan ini berpusat di Sumatera, namun pengaruhnya meluas hingga Semenanjung Malaya, Thailand bagian selatan, dan Kepulauan Filipina. Sebagai pusat perdagangan dan keagamaan Buddha, Sriwijaya memainkan peran penting dalam jalur perdagangan internasional yang menghubungkan Tiongkok, India, dan dunia Arab.

Artikel ini akan membahas sejarah, kejayaan, serta kejatuhan Kerajaan Sriwijaya, dengan mengacu pada berbagai sumber sejarah yang mendukung keabsahan informasi yang disajikan.

Bacaan Lainnya

Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya diyakini berdiri pada abad ke-7 M di wilayah yang kini dikenal sebagai Palembang, Sumatera Selatan. Bukti tertulis pertama mengenai kerajaan ini ditemukan dalam Prasasti Kedukan Bukit (683 M), yang menyebutkan seorang raja bernama Dapunta Hyang melakukan ekspedisi militer untuk memperluas kekuasaannya.

Dalam perkembangannya, Sriwijaya menjelma menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Lokasi strategisnya di Selat Malaka memberikan keuntungan besar dalam mengontrol jalur perdagangan maritim antara Tiongkok dan India.

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

1. Pusat Perdagangan Internasional

Sriwijaya menjadi pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Letaknya yang strategis di jalur perdagangan maritim memungkinkan kerajaan ini menguasai perdagangan rempah-rempah, emas, dan barang mewah lainnya. Para pedagang dari Tiongkok, India, dan Timur Tengah sering singgah di pelabuhan Sriwijaya untuk berdagang atau mengisi perbekalan sebelum melanjutkan perjalanan mereka.

Dalam catatan dari I-Tsing, seorang biksu dari Tiongkok yang mengunjungi Sriwijaya pada abad ke-7, disebutkan bahwa kerajaan ini adalah pusat pembelajaran Buddha yang penting. Banyak biksu dari berbagai wilayah datang untuk belajar di sini sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke India.

2. Pusat Pendidikan dan Penyebaran Agama Buddha

Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Selain I-Tsing, berbagai sumber lain menunjukkan bahwa kerajaan ini memiliki biara-biara besar yang digunakan untuk mengajarkan ajaran Buddha. Sriwijaya menjalin hubungan erat dengan India, terutama Nalanda, salah satu pusat pendidikan Buddha terbesar pada masanya.

Prasasti Nalanda dari abad ke-9 M menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa dari Sriwijaya mendirikan sebuah biara di Nalanda untuk mendukung para biksu yang belajar di sana. Ini menunjukkan bahwa Sriwijaya bukan hanya pusat perdagangan, tetapi juga pusat keilmuan dan spiritual.

3. Pengaruh Militer dan Ekspansi Wilayah

Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat untuk menguasai jalur perdagangan dan memperluas wilayahnya. Catatan sejarah menyebutkan bahwa kerajaan ini menguasai wilayah Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan bahkan sebagian wilayah Thailand bagian selatan.

Pada abad ke-8 dan ke-9, Sriwijaya sempat bersaing dengan kerajaan besar lainnya seperti Kerajaan Medang (Mataram Kuno) di Jawa dan Kerajaan Chola di India Selatan.

Baca juga: Kerajaan Tarumanegara (Abad ke-5 M): Sejarah, Peninggalan, dan Pengaruhnya di Nusantara

Masa Kemunduran dan Runtuhnya Sriwijaya

1. Serangan dari Kerajaan Chola (1025 M)

Pada tahun 1025 M, Raja Rajendra Chola I dari India Selatan melancarkan serangan besar ke Sriwijaya. Serangan ini menghancurkan banyak pelabuhan utama Sriwijaya dan melemahkan kontrol kerajaan atas jalur perdagangan maritim.

Meskipun Sriwijaya masih bertahan setelah serangan ini, kekuatannya mulai menurun drastis karena kehilangan banyak sumber daya dan kontrol atas jalur perdagangan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonominya.

2. Persaingan dengan Kerajaan-Kerajaan Lain

Selain serangan dari Chola, Sriwijaya juga menghadapi persaingan dari kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari di Jawa. Kedua kerajaan ini mulai menguasai perdagangan dan menggeser dominasi Sriwijaya di Selat Malaka.

Pada abad ke-13, Kerajaan Majapahit semakin menguat dan mengambil alih peran Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dan kekuatan maritim utama di Nusantara.

3. Faktor Internal

Selain faktor eksternal, Sriwijaya juga mengalami kemunduran akibat faktor internal seperti:

  • Ketidakstabilan politik: Beberapa raja yang berkuasa setelah puncak kejayaan Sriwijaya tidak mampu mempertahankan stabilitas kerajaan.
  • Menurunnya pendapatan dari perdagangan: Setelah serangan Chola, banyak pedagang mulai mencari rute perdagangan alternatif, sehingga pendapatan Sriwijaya berkurang drastis.
  • Kerusakan lingkungan: Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan juga diperkirakan menjadi salah satu penyebab melemahnya ekonomi Sriwijaya.

Pada akhirnya, sekitar abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya runtuh dan tidak lagi menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara.

Warisan dan Pengaruh Sriwijaya

Meskipun telah runtuh, Kerajaan Sriwijaya meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi sejarah Indonesia dan Asia Tenggara:

1. Pengaruh Budaya dan Agama

Sriwijaya berperan penting dalam penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Hingga kini, banyak peninggalan arkeologi yang menunjukkan pengaruh Buddha dari era Sriwijaya, seperti Candi Muara Takus di Riau.

2. Perkembangan Maritim Nusantara

Sriwijaya menunjukkan bahwa kekuatan maritim adalah faktor utama dalam mengendalikan perdagangan di Nusantara. Model kerajaan maritim ini kemudian diadopsi oleh kerajaan-kerajaan lain, seperti Majapahit.

3. Catatan Sejarah dari Tiongkok dan India

Keberadaan Sriwijaya banyak didokumentasikan dalam catatan sejarah dari luar negeri, terutama dari Tiongkok dan India. Ini membuktikan bahwa Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar yang diakui di tingkat internasional.

Baca juga: Kerajaan Kutai: Sejarah, Kejayaan, dan Peninggalannya (Abad ke-4 M)

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara yang berperan penting dalam perdagangan dan penyebaran agama Buddha. Kejayaannya didukung oleh letaknya yang strategis serta kekuatan maritimnya.

Namun, serangan dari Kerajaan Chola, persaingan dari kerajaan lain, serta masalah internal menyebabkan kemunduran dan akhirnya kehancuran Sriwijaya pada abad ke-13 M.

Meskipun telah runtuh, warisan Sriwijaya tetap hidup dalam sejarah dan budaya Indonesia hingga saat ini.


Referensi:

  • Catatan perjalanan I-Tsing (7 M), diterbitkan oleh akademisi Tiongkok.
  • Coedès, George. The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press, 1968.
  • Hall, Kenneth R. Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia. University of Hawaii Press, 1985.
  • Wolters, O. W. Early Indonesian Commerce: A Study of the Origins of Srivijaya. Cornell University Press, 1967.
  • Prasasti Kedukan Bukit (683 M), ditemukan di Palembang, Sumatera Selatan.

Pos terkait