websejarah.com – Babad Tanah Jawi adalah karya sastra tradisional yang menceritakan sejarah raja-raja Jawa, dimulai dari tokoh legendaris Aji Saka hingga zaman kerajaan Mataram Islam. Istilah “babad” dalam bahasa Jawa berarti cerita sejarah atau kronik, sementara “Tanah Jawi” merujuk pada Pulau Jawa.
Karya ini menjadi salah satu naskah paling terkenal yang menggambarkan narasi sejarah dari sudut pandang budaya dan kepercayaan lokal.
Naskah ini tidak hanya menjadi rujukan sejarah, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai budaya, politik, dan keagamaan masyarakat Jawa pada masa lampau. Oleh karena itu, Babad Tanah Jawi menjadi sumber penting bagi sejarawan, budayawan, dan siapa pun yang ingin memahami dinamika sejarah Jawa.
Babad Tanah Jawi mulai ditulis sekitar abad ke-18 oleh penulis-penulis istana Jawa. Meskipun penulis pastinya tidak diketahui secara pasti, banyak sejarawan menyebut bahwa naskah ini disusun oleh pujangga keraton di lingkungan Mataram, baik di Surakarta maupun Yogyakarta.
Tujuannya adalah untuk merekam asal-usul raja-raja Jawa serta melegitimasi kekuasaan kerajaan yang ada saat itu.
Terdapat berbagai versi Babad Tanah Jawi yang tersebar di berbagai manuskrip, seperti versi yang disimpan di perpustakaan Leiden (Belanda) dan versi cetakan abad ke-19 oleh Balai Pustaka.
Setiap versi memiliki perbedaan dalam gaya bahasa, urutan peristiwa, maupun tokoh-tokoh yang diceritakan. Namun demikian, inti ceritanya tetap memuat silsilah raja-raja Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga Islam.
Cerita dalam Babad Tanah Jawi diawali dengan kedatangan Aji Saka dari tanah seberang. Ia dianggap sebagai pembawa peradaban dan hukum di tanah Jawa.
Meskipun tokoh ini lebih bersifat mitologis daripada historis, keberadaannya dalam naskah menandai awal mula penyebaran kebudayaan tertulis dan aturan sosial di Jawa.
Setelah kisah Aji Saka, Babad Tanah Jawi melanjutkan cerita tentang raja-raja dari kerajaan Medang, Mataram Kuno, Kediri, Singhasari, hingga Majapahit.
Narasi ini menunjukkan kesinambungan kekuasaan yang bersifat simbolik dan mitologis, dengan menekankan silsilah sebagai bentuk legitimasi terhadap kekuasaan yang sah.
Peralihan kekuasaan ke Mataram Islam menjadi fokus utama dalam bagian akhir babad. Tokoh penting seperti Sultan Agung digambarkan sebagai pemimpin besar yang menyatukan kekuatan Islam dan tradisi Jawa.
Proses Islamisasi di tanah Jawa tidak hanya digambarkan sebagai perpindahan agama, melainkan juga sebagai transformasi budaya yang harmonis.
Salah satu fungsi utama Babad Tanah Jawi adalah untuk memberikan legitimasi kepada raja-raja yang berkuasa, terutama keturunan Mataram Islam.
Dengan menyambungkan silsilah mereka ke raja-raja besar masa lampau, para penguasa memperoleh status politik dan spiritual yang kuat di mata rakyat.
Babad Tanah Jawi juga berperan sebagai alat pendidikan tradisional. Cerita-cerita di dalamnya digunakan untuk menanamkan nilai-nilai etika, kepemimpinan, dan kesetiaan.
Kisah para raja yang bijak dan adil dijadikan teladan, sementara tokoh-tokoh yang serakah dan zalim menjadi peringatan moral.
Dari sisi sastra, Babad Tanah Jawi memiliki nilai estetika yang tinggi. Penulisan yang menggunakan tembang macapat, bahasa Jawa Kawi, serta struktur narasi khas Jawa, menjadikan karya ini tidak hanya bernilai sejarah, tetapi juga sastra tinggi yang menggambarkan kehalusan budaya Jawa.
Meskipun memiliki nilai sejarah yang tinggi, banyak sejarawan modern mengkritik Babad Tanah Jawi sebagai sumber sejarah yang tidak sepenuhnya faktual.
Hal ini dikarenakan naskah tersebut sering mencampurkan unsur mitos, legenda, dan fakta sejarah. Oleh karena itu, pendekatan kritis sangat diperlukan dalam menggunakan Babad Tanah Jawi sebagai sumber penelitian sejarah.
Sejarawan seperti H.J. de Graaf dan Theodoor Gautier Thomas Pigeaud telah meneliti naskah ini secara mendalam dan menyarankan agar ia digunakan bersamaan dengan sumber sejarah lainnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih obyektif tentang masa lampau Jawa.
Dalam upaya melestarikan warisan budaya ini, berbagai lembaga budaya dan perguruan tinggi telah melakukan digitalisasi naskah Babad Tanah Jawi. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia juga terus dilakukan agar isi naskah dapat dipahami oleh generasi muda yang tidak lagi akrab dengan bahasa Jawa klasik.
Beberapa sekolah dan universitas telah memasukkan Babad Tanah Jawi sebagai bagian dari kurikulum sejarah dan sastra. Pembelajaran ini tidak hanya menekankan aspek isi, tetapi juga mengajak siswa memahami konteks sosial dan budaya yang membentuk naskah tersebut.
Babad Tanah Jawi adalah karya monumental yang merekam perjalanan panjang sejarah dan kebudayaan masyarakat Jawa.
Walaupun mengandung unsur mitologi dan simbolisme, naskah ini tetap menjadi jendela penting dalam memahami cara pandang orang Jawa terhadap kekuasaan, asal-usul, dan hubungan antara manusia dengan dunia spiritual.
Sebagai sumber sejarah, Babad Tanah Jawi harus dibaca secara bijak, dengan memperhatikan konteks penulisannya dan membandingkannya dengan sumber lain.
Namun sebagai warisan budaya, karya ini layak dihargai dan dilestarikan sebagai bagian dari identitas dan kebesaran peradaban Jawa.