websejarah.com – Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu wilayah di bagian timur Indonesia yang memiliki sejarah panjang, budaya yang kaya, dan keragaman etnis yang membentuk identitasnya hingga kini.
Provinsi ini dikenal dengan dua pulau utamanya, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, yang masing-masing memiliki jejak sejarah yang unik dan berbeda.
Artikel ini akan mengulas perkembangan sejarah Provinsi Nusa Tenggara Barat secara lengkap, mulai dari masa prasejarah hingga masa modern.
Baca lebih detail: Makna logo Provinsi Nusa Tenggara Barat
Jejak kehidupan manusia di wilayah Nusa Tenggara Barat sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Penemuan berbagai alat batu, gerabah, dan sisa-sisa pemukiman di sejumlah situs arkeologi di Pulau Sumbawa dan Lombok menunjukkan bahwa kawasan ini telah dihuni manusia sejak zaman prasejarah.
Bukti tertua berupa artefak batu ditemukan di Gua Liang Toge dan Gua Mumbul di Sumbawa yang menunjukkan eksistensi kehidupan manusia purba yang bermigrasi dari daratan Asia.
Masuknya budaya Austronesia sekitar 2000 SM turut membentuk masyarakat awal di wilayah ini. Mereka membawa tradisi bercocok tanam, pembuatan perahu, dan sistem kepercayaan animisme.
Budaya megalitikum juga berkembang, dibuktikan dengan temuan dolmen dan menhir di beberapa wilayah pedalaman.
Pada masa klasik, Pulau Lombok dan Sumbawa menjadi bagian dari jaringan dagang maritim antara Jawa, Bali, dan wilayah timur Nusantara.
Di Pulau Lombok, terdapat pengaruh kuat dari Kerajaan Bali yang sempat menguasai wilayah ini pada abad ke-16. Hal ini terlihat dari peninggalan arsitektur pura serta adat istiadat Bali yang masih bertahan di beberapa daerah.
Sementara itu, di Pulau Sumbawa, berdiri beberapa kerajaan lokal seperti Kerajaan Bima, Kerajaan Sumbawa, dan Dompu.
Kerajaan Bima, yang mulai berkembang pada abad ke-17, menjadi salah satu kerajaan Islam penting di kawasan timur Indonesia. Kerajaan ini menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Makassar dan juga dengan bangsa asing seperti Belanda dan Portugis.
Kehadiran bangsa Eropa di wilayah Nusa Tenggara Barat dimulai sejak abad ke-16. Portugis sempat singgah dan berdagang di wilayah ini, tetapi pengaruh terbesarnya datang dari Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
VOC menjalin perjanjian dagang dan politik dengan kerajaan-kerajaan lokal, terutama Kerajaan Bima dan Sumbawa, sebagai bagian dari strategi penguasaan rempah dan jalur perdagangan.
Pada abad ke-19, wilayah ini resmi berada di bawah kendali Hindia Belanda. Pemerintah kolonial menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung (indirect rule) dengan tetap mempertahankan raja-raja lokal sebagai penguasa simbolik, namun seluruh kebijakan dikendalikan dari Batavia.
Masa ini juga menjadi awal dari pembentukan sistem pendidikan kolonial dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah tersebut.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, wilayah Nusa Tenggara Barat menjadi bagian dari Provinsi Sunda Kecil, bersama Bali dan Nusa Tenggara Timur.
Namun, pada tahun 1958, melalui Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958, pemerintah pusat memutuskan untuk membentuk tiga provinsi baru, salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pembentukan provinsi ini memiliki latar belakang administratif dan kultural. Pemerintah pusat menilai bahwa masing-masing wilayah di bekas Provinsi Sunda Kecil memiliki kebutuhan pembangunan yang berbeda, serta keragaman budaya yang perlu dikelola secara terfokus.
Sejak itu, Nusa Tenggara Barat berdiri sebagai provinsi sendiri dengan ibu kota di Mataram, Pulau Lombok.
Secara geografis, Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok di bagian barat dan Pulau Sumbawa di bagian timur.
Topografi wilayah ini bervariasi, mulai dari pegunungan, perbukitan, hingga pesisir pantai. Gunung Rinjani, yang merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia, menjadi ikon alam yang berada di Pulau Lombok.
Secara etnis, penduduk Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari suku Sasak di Lombok, suku Bima dan Dompu di Sumbawa, serta sejumlah komunitas pendatang seperti Bali, Jawa, dan Bugis.
Masing-masing etnis memiliki bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang berbeda, namun hidup berdampingan dalam kerangka kebhinekaan Indonesia.
Provinsi ini dikenal dengan tradisi-tradisi khas yang terus dilestarikan, seperti Bau Nyale di Lombok yang merupakan perayaan mencari cacing laut yang dikaitkan dengan legenda Putri Mandalika.
Di Sumbawa, tradisi pacuan kuda dan karapan kerbau menjadi warisan budaya yang masih dijaga hingga kini.
Bahasa lokal juga masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama Bahasa Sasak dan Bahasa Bima.
Di samping itu, seni musik, tari, dan tenun tradisional menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat NTB.
Pemerintah daerah juga aktif dalam melestarikan cagar budaya dan memperkuat peran kebudayaan dalam pembangunan daerah.
Seiring dengan perkembangan nasional, Nusa Tenggara Barat kini memainkan peran penting dalam sektor pariwisata dan pertanian.
Pulau Lombok dikenal sebagai destinasi wisata internasional yang menawarkan keindahan alam dan budaya, sebagai alternatif selain Bali.
Pemerintah pusat pun menetapkan kawasan Mandalika sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mendorong investasi dan pariwisata.
Di sektor pertanian, wilayah ini menjadi salah satu penghasil utama jagung, padi, dan sapi di Indonesia. Potensi sumber daya alam yang besar juga membuka peluang pengembangan industri berkelanjutan di masa depan.
Provinsi Nusa Tenggara Barat bukan hanya wilayah administratif, melainkan juga sebuah entitas sejarah dan budaya yang kaya dan beragam.
Perjalanan panjang dari masa prasejarah, kerajaan, penjajahan, hingga era kemerdekaan membentuk karakter dan identitas masyarakatnya.
Dengan semangat kebersamaan dan keberagaman, provinsi ini terus berkembang menjadi bagian penting dari Indonesia yang modern dan maju, tanpa melupakan akar sejarah yang mendasarinya.