websejarah.com – Provinsi Kalimantan Selatan adalah salah satu wilayah yang memiliki sejarah panjang dan kaya di Pulau Kalimantan.
Terletak di bagian tenggara pulau, provinsi ini tidak hanya dikenal karena kekayaan sumber daya alamnya, tetapi juga karena jejak sejarah dan budayanya yang khas.
Kalimantan Selatan menjadi saksi bisu dari perjalanan peradaban yang berkembang sejak masa kerajaan-kerajaan kuno hingga masuknya pengaruh kolonialisme, dan akhirnya menjadi bagian integral dari Republik Indonesia.
Secara administratif, Kalimantan Selatan memiliki ibu kota di Kota Banjarbaru, setelah sebelumnya berada di Banjarmasin.
Keputusan pemindahan ibu kota ini mencerminkan dinamika pemerintahan daerah yang terus berkembang demi efisiensi dan pemerataan pembangunan.
Namun, sejarah Kalimantan Selatan jauh lebih luas dari sekadar administrasi modern. Untuk memahaminya secara utuh, perlu menilik dari awal mula perkembangan masyarakat di kawasan ini.
Jejak sejarah Kalimantan Selatan dapat ditelusuri sejak masa kerajaan Hindu-Buddha. Salah satu kerajaan tertua di kawasan ini adalah Kerajaan Tanjungpuri yang diduga pernah berdiri di wilayah Barito.
Namun, kerajaan yang paling berpengaruh dalam sejarah Kalimantan Selatan adalah Kerajaan Banjar atau Kesultanan Banjar yang berdiri pada abad ke-16.
Kesultanan Banjar didirikan oleh Sultan Suriansyah, yang sebelumnya dikenal sebagai Pangeran Samudera. Ia merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam di Kalimantan Selatan.
Setelah memeluk agama Islam, ia mengubah sistem pemerintahan kerajaan menjadi kesultanan, yang kemudian berperan besar dalam membentuk identitas budaya masyarakat Banjar.
Kesultanan Banjar menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara serta bangsa-bangsa asing, termasuk Belanda.
Pengaruh Belanda di Kalimantan Selatan mulai terasa pada abad ke-17 dan semakin menguat pada abad ke-18 ketika VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar.
Namun, hubungan ini berubah menjadi dominasi politik dan militer ketika Belanda mulai campur tangan dalam urusan dalam negeri kesultanan.
Pada tahun 1860, setelah melalui serangkaian konflik dan perlawanan, Kesultanan Banjar secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Perlawanan terhadap Belanda muncul di berbagai wilayah, salah satunya yang paling terkenal adalah perlawanan Pangeran Antasari.
Ia menjadi simbol perjuangan rakyat Kalimantan Selatan dalam mempertahankan kedaulatan dan harga diri bangsa.
Pangeran Antasari dikenal sebagai pejuang gigih yang memimpin perlawanan gerilya selama bertahun-tahun.
Meskipun akhirnya wafat akibat wabah penyakit, semangat perjuangannya tetap dikenang hingga kini dan namanya diabadikan sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Kalimantan Selatan menjadi bagian dari wilayah Kalimantan yang luas.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1956, Kalimantan Selatan secara resmi ditetapkan sebagai provinsi sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956.
Pembentukan provinsi ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan pemerintahan daerah. Sejak saat itu, Kalimantan Selatan mulai menata kembali sistem administrasi dan pembangunan wilayahnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan pendidikan, infrastruktur, dan pelestarian budaya lokal.
Kalimantan Selatan memiliki luas wilayah sekitar 38.744 km² dan terdiri dari 13 kabupaten/kota. Wilayah ini dikenal dengan karakteristik geografis berupa dataran rendah, sungai-sungai besar seperti Sungai Barito dan Sungai Martapura, serta daerah pegunungan dan hutan tropis.
Kekayaan alam Kalimantan Selatan sangat melimpah, terutama hasil tambang seperti batu bara dan emas. Selain itu, hasil hutan dan perkebunan juga menjadi andalan ekonomi masyarakat.
Namun demikian, tantangan dalam menjaga kelestarian lingkungan semakin besar seiring meningkatnya aktivitas industri.
Salah satu warisan alam yang terkenal dari provinsi ini adalah Pasar Terapung Lok Baintan yang berada di atas Sungai Martapura.
Pasar ini tidak hanya menjadi pusat perdagangan tradisional tetapi juga ikon pariwisata yang memikat wisatawan domestik dan mancanegara.
Kebudayaan Kalimantan Selatan sangat dipengaruhi oleh masyarakat Banjar yang merupakan suku mayoritas di wilayah ini.
Bahasa Banjar menjadi alat komunikasi sehari-hari yang mencerminkan identitas budaya yang kuat. Selain itu, berbagai tradisi seperti baayun anak, batumbang, hingga kesenian musik seperti panting dan madihin masih lestari dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Pakaian adat Banjar yang khas, terutama Baju Kurung dan Baju Bagajah Gamuling Baular Lulut, kerap ditampilkan dalam upacara adat maupun kegiatan budaya.
Masyarakat Kalimantan Selatan juga dikenal religius, dengan Islam sebagai agama mayoritas yang telah berkembang sejak abad ke-16.
Dalam beberapa dekade terakhir, Kalimantan Selatan mengalami pertumbuhan pembangunan yang signifikan.
Kota Banjarmasin sebagai pusat perdagangan dan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan memainkan peran penting dalam pembangunan provinsi ini.
Pemerintah provinsi juga semakin fokus pada pengembangan sektor pariwisata, pendidikan, dan pelestarian lingkungan.
Upaya ini dilakukan untuk mengimbangi eksploitasi sumber daya alam dengan pembangunan berkelanjutan.
Pemindahan ibu kota provinsi dari Banjarmasin ke Banjarbaru merupakan bagian dari strategi pemerataan pembangunan yang lebih inklusif.
Selain itu, Kalimantan Selatan juga mendukung proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur dengan semangat kolaboratif antarprovinsi di Kalimantan.
Provinsi Kalimantan Selatan adalah entitas yang kaya akan sejarah, budaya, dan potensi sumber daya alam.
Dari era kerajaan hingga masa modern, wilayah ini telah mengalami berbagai dinamika yang membentuk identitasnya saat ini.
Dengan semangat pelestarian budaya dan pembangunan berkelanjutan, Kalimantan Selatan terus melangkah maju sebagai bagian penting dari sejarah dan masa depan Indonesia.